Selamat datang di Leira Buah Tropis...Berkebun Bersama Ariel...GO GREEN INDONESIA!!!

Wednesday 30 November 2016

BOOSTER Kelengkeng



Beberapa varian kelengkeng tidak bisa berbunga dengan normal jika ditanam di daerah tropis karena umumnya kelengkeng tersebut berasal dari daerah beriklim sub tropis, yang kondisinya sama sekali berbeda. Perbedaan kondisi iklim itulah yang menyebabkan kelengkeng sub tropis tersebut susah berbunga dan berbuah dengan normal jika ditanam di daerah tropis. Varian kelengkeng seperti ini dikenal sebagai varian kelengkeng “temperate”. Pertumbuhan kelengkeng varian ini sebenarnya sangat bagus jika ditanam di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia.  

Di daerah asalnya yang sub tropis, pada saat-saat tertentu, terdapat simpangan (amplitudo) temperatur harian yang cukup besar antara rerata temperatur udara pada siang hari (misalnya kisaran 15-20 derajat Celcius) dengan rerata temperature udara pada malam hari yang bisa turun dengan drastis (misalnya kisaran 2-4 derajat Celcius). Simpangan (amplitudo) temperatur harian rata-rata pada saat dan kurun waktu tertentu inilah yang pada akhirnya akan menginduksi keluarnya bunga pada tanaman kelengkeng golongan temperate tersebut. Di daerah tropis seperti di Indonesia ini, simpangan (amplitudo) rata-rata temperatur udara harian umumnya terpaut sangat tipis antara rata-rata temperatur udara pada siang hari dengan rata-rata temperatur udara pada malam hari, sehingga tidak tercipta kondisi yang ideal untuk memunculkan induksi pembungaan. Di sisi lain, pengubahan rasio Carbon/Nitrogen (C/N ratio) yang tinggi pada tanaman dewasa, misalnya dengan pemangkasan dan perlakuan cekaman air yang dikombinasikan dengan pemupukan phosphor (P) serta potassium (K) dosis tinggi tidak cukup untuk merangsang tanaman agar segera berbunga. Karenanya diperlukan pendorong yang bisa menginduksi keluarnya pembungaan pada tanaman klengkeng golongan temperate yang ditanam di daerah tropis seperti di Indonesia, sampai pada akhirnya ditemukan apa yang dikenal dengan istilah "booster" yang mampu mendorong dan memacu keluarnya pembungaan. Booster kelengkeng ditengarai mengandung persenyawaan antara Potassium (K) dan Chlorin (Cl), dengan rumus kimia KClO3, yang berfungsi sebagai persenyawaan "anti retardant" yang fungsinya menghambat proses pembelahan sel-sel dan pertunasan pada tunas-tunas di ujung tanaman (tunas apikal). Proses penghambatan ini memacu rasio C/N pada tanaman meningkat dengan pesat dan akhirnya menginduksi keluarnya pembungaan. 

Penggunaan booster pada tanaman buah secara umum dan khususnya pada tanaman kelengkeng harus dilakukan secara bijaksana. Secara fisiologis, penggunaan booster hanya baik dilakukan pada tanaman dewasa yang sehat, cukup umur untuk berbuah atau dibuahkan, tidak sedang dalam proses pertumbuhan tunas-tunas di  bagian ujung tanaman, serta tumbuh pada lingkungan yang subur dengan suplai hara organik dan anorganik yang cukup. Penggunaan booster yang sembarangan pada tanaman yang tidak sehat serta tidak didukung oleh lingkungan tumbuh yang baik, akan membuat tanaman "tersiksa" secara fisiologis. Akibatnya, tanaman yang terganggu sistem fisiologis hormonalnya, akan hidup merana pasca perlakuan, tercekam (stress) berkepanjangan (biasanya nampak seperti layu berkepanjangan) dan pada akhirnya akan mati. Oleh karena itu, pelajari dengan baik kondisi tanaman serta perlakuan booster yang akan diberikan, khususnya mengenai dosis dan cara aplikasi yang aman bagi tanaman.

Booster kelengkeng dapat diaplikasikan dengan cara penaburan padatan booster di atas permukaan tanah di sekitar perakaran yang diikuti oleh proses penyiraman air, pelarutan booster dalam air dengan volume tertentu lalu diaplikasikan dengan cara disiram ke seputaran akar, pengeboran pangkal akar yang diikuti dengan proses penginfusan larutan booster, pelukaan kulit batang dengan kertas gosok yang diikuti oleh penguasan larutan booster berkepekatan tinggi di kulit batang yang sudah dilukai, serta penyemprotan daun dengan larutan booster berkepekatan rendah. Kombinasi beberapa cara tersebut di atas dapat dilakukan secara bersamaan untuk mendapatkan efikasi booster yang tinggi.

Hingga saat ini, ditemukan 2 bentuk booster di pasaran, yakni booster berbentuk padatan seperti tepung dan booster berbentuk cairan yang dikemas dalam botol plastik. Dosis yang digunakan tentu saja akan berbeda-beda, tergantung umur tanaman kelengkeng yang akan diaplikasikan serta tingkat kemurnian kalium klorat yang terkandung pada masing-masing booster yang dijual di pasaran tersebut.

Monday 28 December 2015

Gulma - Pencuri Laba Di Bawah Tajuk

Postingan ini adalah artikel yang saya tulis di Majalah TRUBUS 545, edisi bulan April 2015 dengan topik utama tentang GULMA, tanaman pengganggu yang tidak dikehendaki keberadaannya karena merugikan tanaman utama











Tepat gunakan herbisida kunci mengendalikan gulma secara efektif

Berapa kerugian pekebun mangga akibat kehadiran gulma ? Dosen di jurusan Agronomi, Universitas Gadjah Mada, Dody Kastono, mengungkapkan potensi kerugian pekebun akibat gulma mencapai 40-60%. Sebagai gambaran produktivitas pohon mangga dewasa mencapai 300 kg buah per panen. Akibat gulma, pekebun hanya memanen 120 kg alias rugi 180 kg. Dengan harga minimal Rp 5.000 per kg maka pekebun kecolongan Rp 900.000.
Itu baru satu pohon, jika lahan pekebun sehektar dengan populasi 100 pohon, kerugian mencapai Rp 90juta, sebuah angka yang fantastis. Faktanya serangan gulma terhadap tanaman tahunan lebih berbahaya. Pada tanaman semusim, efek persaingan dengan gulma segera terlihat sehingga penanggulangan lebih cepat. Namun, pada tanaman tahunan seperti mangga, proses persaingan lambat dan tak kasat mata. Tahu-tahu produktivitas melorot 60%.


Alelopati

Pekebun wajib mewaspadai kehadiran gulma. Tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya itu bersaing dengan tanaman utama saat menyerap air, unsur hara, sinar matahari dan tentu saja ruang tumbuh. Akibatnya biaya produksi membengkak. Dari jenisnya, gulma dibedakan menjadi gulma rumput, gulma teki, dan gulma daun lebar. Gulma mempunyai daur hidup berbeda. Ada gulma semusim atau setahun, gulma dua tahun, dan gulma yang hidup dalam siklus tahunan.
Dari bentuk daunnya, gulma dapat dapat digolongkan menjadi dua yaitu gulma berdaun sempit seperti "putri malu" dan gulma berdaun lebar misalnya "bandotan". Kehadiran gulma kerap diikuti serangan hama penyakit lantaran menjadi inang. Biji-biji gulma berpotensi mengotori hasil produk pertanian sehingga pekebun perlu biaya tambahan untuk membersihkannya.
Fakta yang masih jarang diketahui masyarakat, beberapa gulma bisa menyebabkan alergi pada manusia ketika terkena tepung sari bunganya. Ada pula gulma yang bersifat "alelopati" yaitu menghasilkan zat yang mengganggu pertumbuhan tanaman utama. Pengendalian paling sederhana dengan cara mekanis atau mencabut gulma secara langsung. Teknisnya bisa menggunakan sabit, cangkul, hingga alat berat di lahan luas
Upaya untuk menggemburkan tanah sekaligus merusak vegetasi gulma di bagian atas tanah, selanjutnya, pengendalian dengan menggenangi lahan. Namun penggenangan hanya cocok untuk tanah-tanah yang tergolong ringan atau tanah pasiran, bukan tanah berat dengan porositas buruk.
Penutup tanah atau mulsa juga lazim mencegah pertumbuhan gulma. Mulsa itu bisa berupa plastik hitam perak atau tanaman keluarga kacang-kacangan. Pemanfaatan tanaman anggota famili Fabaceae sebagai "mulsa", pekebun mendapat manfaat lain yaitu bertambahnya pasokan nitrogen. Unsur hara itu berasal dari bakteri Rhizobium sp. yang berada di bintil akar tanaman kacang-kacangan.
Pekebun kerap menempuh upaya lain, yakni penggunaan bahan kimia atau herbisida. Agar hasil efektif, perlu alat penyebar yang baik dan pengetahuan tentang herbisida itu. Namun banyak ragam gulma menuntut penggunaan banyak herbisida sekaligus. Berdasarkan sistem kerjanya, ada dua jenis herbisida yaitu sistemik dan kontak. Herbisida sistemik menimbulkan efek luas pada seluruh sistem tumbuhan gulma. Gejala kematian gulma akan tampak 1-2 pekan pasca aplikasi.


Efisien

Sementara herbisida kontal bersifat merusak membran sel, sehingga menimbulkan efek bakar dan akhirnya mematikan bagian-bagian gulma yang terkena herbisida secara langsung. Dari sifat kimia terdapat herbisida organik dan anorganik. Adapun jenis herbisida berdasarkan waktu aplikasi adalah herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh. Herbisida juga ada yang bersifat selektif yang artinya mematikan jenis gulma tertentu saja dan herbisida non selektif yang mematikan hampir semua jenis gulma termasuk tanaman utamanya
Agar penggunaan herbisida tepat sasaran pekebun juga wajib tahu bahan aktifnya. Contoh herbisida berbahan aktif "triazin" mengendalikan gulma dengan menghambat proses fotosintesis. Bahan aktif "amitrol" bersifat menghambat pernafasan atau respirasi gulma, sementara bahan aktif "tiokarbonat" menghambat proses perkecambahan biji-biji tanaman pengganggu tersebut.
Penggunaan herbisida sangat menguntungkan karena hemat waktu dan biaya. Pekebun rata-rata menghabiskan herbisida 100 ml dalam sekali semprot menggunakan sprayer dengan biaya sekitar Rp 6.500. Larutan itu mampu mengendalikan gulma seluas 350 meter persegi. Ditambah biaya tenaga kerja Rp 6.000 per tangki sprayer, maka total biayanya menjuadi Rp 12.500 per 350 meter persegi. Jika dikonversi pada lahan sehektar, maka total biaya hanya Rp 357.000. Bandingkan dengan cara mekanis, untuk biaya tenaga kerjanya saja sudah sangat tinggi.
Meski efisien dan menguntungkan untuk pekebun, penggunaan herbisida harus terpadu untuk mencegah dampak residu bahan kimia. Jika berlebihan, bahan itu bisa meracuni tanaman, memunculkan resistensi gulma tertentu dan merusak lingkungan. Oleh karena itu, tepat memilih jenis herbisida, dosis, waktu dan cara aplikasi adalah langkah bijaksana untuk meminimalisir dampak itu.




Untung Dobel Kaki Ganda

Postingan ini adalah tulisan saya di Majalah TRUBUS 543, edisi bulan Februari 2015 yang membahas secara singkat tentang plus minus penambahan kaki atau batang tambahan yang disambungkan pada batang utama, yang pertama kali dipopulerkan oleh para pembibit durian di Alas Malang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, yang lebih populer dengan sebutan durian Bawor










Selamat dari kanker batang dan mempercantik penampilan

Semuanya berawal dari serangan penyakit batang pada durian, cendawan Phytophthora palmivora itu menyerang jaringan kulit hingga ke jaringan xylem pada pangkal batang tanaman. Serangan itu membuat daun-daun durian rontok sementara ranting mengering dari bagian ujungnya. Akhirnya tanaman anggota famili Bombacaceae itu pun mati.
Serangan penyakit mematikan itu membuat para pekebun durian di Thailand masygul. Mereka berupaya keras mengendalikan penyakit itu. Beragam cara mereka lakukan mulai dari sanitasi kebun, pemangkasan teratur, memperlebar jarak tanam, hingga muncul ide yang barang kali tak terbayangkan sebelumnya, menyambungkan batang tambahan pada batang utama sebelum tanaman terserang kanker batang.


Penyelamat

Batang tambahan itu sebagai cadangan jika batang utama mati terserang penyakit. Cara itu terbukti jitu. Batang tambahan itu mampu menyelamatkan tanaman durian dari kematian meski batang utamanya mati akibat serangan kanker batang. Tanaman tetap hidup dengan batang cadangan itu.
Penambahan batang itu lazimnya memodifikasi batang utama yang mulanya tunggal, diubah menjadi dua, tiga, empat, bahkan lebih dengan cara menambahkan batang dari tanaman lain. Dengan pola tertentu, batang tambahan itu akan tampak seperti kaki-kaki penyangga tanaman, sehingga sering disebut kaki banyak.
Untuk membuat tanaman berkaki banyak, mula-mula lekatkan batang tambahan pada batang utama dengan metode sambung sisip. Sambung sisip adalah cara menyambung dengan menempelkan jaringan kambium batang tambahan ke jaringan kambium batang utama. Caranya dengan mengikat erat batang tambahan dan batang utama menggunakan tali plastik dalam kurun waktu tertentu.
Penambahan batang selanjutnya atau yang ke-2 dapat dilakukan sekaligus pada sisi yang berlawanan dengan tinggi yang sama. Dapat juga dilakukan secara bertahap pada sisi dan ketinggian yang berbeda. Faktor ketrampilan dan estetika menjadi landasan utama saat penyambungan dilakukan. Selain dengan varietas yang sama, kaki tambahan dapat juga berasal dari tanaman sejenis yang berbeda varietasnya.
Model kombinasi itu yang paling banyak ditemui. Pada kasus berbeda species misalnya, pada tanaman mangga manalagi Mangifera indica dapat ditambahkan dengan mangga kuweni Mangifera odorata. Sama halnya pada sawo, kombinasi sawo kecik Manilkara kauki dengan sawo manila Manilkara zapota menjadi bukti teknik itu dapat dilakukan. 


Estetika

Faktor kompatibilitas atau kesesuaian antara batang tambahan dengan batang utama juga sangat mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Jika kompatibilitasnya rendah, pertumbuhan tanaman akan terganggu. Biasanya akan terjadi pembengkakan jaringan di titik penyambungan, pertumbuhan kaki tambahan lebih kecil dan stagnan sementara batang utama tumbuh normal atau sebaliknya, kaki tambahan tumbuh cepat sementara batang utama justru tumbuh kerdil dan lambat.
Pemahaman dalam pemilihan varietas atau species kaki tambahan mutlak diperlukan jika konteksnya lebih ke pencegahan serangan hama dan penyakit, itu karena beberapa varietas atau species tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu, sementara varietas atau species lainnya terbukti sangat rentan terhadap serangan hama penyakit itu.
Idealnya penambahan kaki tidak dilakukan pada fase bibit, tapi beberapa waktu setelah tanaman ditanam di lahan. Faktanya jika penambahan kaki dilakukan pada fase bibit, kaki-kaki tambahan tumbuh kecil sehingga pada saat tanaman berumur 5 tahun akan tampak seperti tripod kamera sehingga mengurangi nilai estetis, itu disebabkan adanya ruangan yang terbentuk antara leher akar dan titik penyambungan batang.
Selain itu penyambungan batang tambahan sebaiknya dilakukan setelah tanaman berumur lebih dari setahun di lahan. Fakta di lapangan menunjukkan dengan cara itu laju pertumbuhan dan vigor tanaman akan meningkat. Dengan cara itu pula, pola pertumbuhan batang tambahan dapat diatur sesuai dengan keinginan, demikian pula letak kaki tambahan dapat disesuaikan dengan kebutuhan sehingga pada akhirnya faktor estetika bisa selaras dengan upaya pencegahan serangan hama dan penyakit, sebagaimana asal-usul ditemukannya metode itu sebagai penyelamat durian di Thailand.
Pada perkembangannya, model penambahan batang tidak hanya dilakukan pada durian tapi meluas ke beragam jenis tanaman buah lainnya seperti lengkeng, mangga, avokad, nangka dan sawo. Model dan pola penyambungan pun juga mulai bervariasi, bukan hanya kaki tambahan disambungkan ke batang utama, tetapi dapat juga disambungkan ke kaki tambahan lainnya sehingga membentuk pola akar gantung seperti pada pohon beringan. Tentu saja dalam hal ini faktor estetika menjadi prioritas dibanding upaya pencegahan serangan hama dan penyakit pada batang utama.


Cepat tumbuh ?

Secara teori tanaman berbatang tunggal selalu mengandalkan pasokan air dan nutrisi dari dalam tanah melalui akar di batang utama saja. Sebatas dugaan, dengan menambahkan batang baru pada batang utama, maka daya serap air dan nutrisi tanaman dari dalam tanah menjadi lebih besar. Itu bersumber dari serapan akar dari beberapa batang tambahan yang disambungkan ke batang utama.
Maka wajar, penambahan kaki memunculkan anggapan bahwa teknik itu mampu meningkatkan kualitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Namun, hal itu baru terbukti saat tanaman dalam fase bibit. Bibit berkaki ganda tumbuh lebih cepat dan lebih vigor dibanding bibit berbatang tunggal. Sayangnya, pertumbuhan bibit berkaki ganda akan terhenti saat volume akar sudah memenuhi seluruh ruang yang ada di dalam polibag.
Untuk menyiasatinya segera pindahkan bibit itu ke tanah, maka pertumbuhan bibit kaki ganda akan lebih cepat dan maksimal hingga kurun waktu kurang dari 2 tahun. Selebihnya tanaman tumbuh normal seperti tanaman berbatang tunggal. Lalu apa kegunaan penambahan batang itu jika faktanya tanaman tumbuh nyaris sama dengan tanaman berbatang tunggal ?
Jika dibandingkan pada umur tertentu selepas 5 tahun pasca tanam, tanaman berkaki banyak juga tumbuh nyaris sama dengan tanaman berkaki tunggal, baik tinggi tanaman maupun bentuk kanopinya. Penambahan kaki pada tanaman lebih kepada upaya pencegahan penyakit kanker batang dan menambah nilai estetika tanaman itu sendiri. Kalau di lapangan tampak pertumbuhan tanaman berkaki ganda lebih cepat, itu hanya sampai tanaman berumur 2 tahun.









Sunday 22 December 2013

Lubang Tanam, Langkah Awal Yang Sangat Menentukan


Menyaksikan tanaman buah yang tumbuh dengan sehat dan kuat serta mampu berbunga dan berbuah dengan optimal menjadi impian yang sangat diharapkan oleh semua orang yang menanam tanaman buah, baik itu di halaman maupun di lahan kebun yang khusus dipersiapkan untuk hal tersebut. Umumnya menjelang dan saat musim penghujan tiba, pergerakan bibit tanaman akan terasa luar biasa karena berbondong-bondong orang memanfaatkan momen yang bagus ini untuk segera membeli dan menanam bibit tanaman buah, bahkan tidak sedikit orang yang menyiapkan bibit tersebut jauh-jauh hari sebelumnya untuk mendapatkan bibit yang tumbuh subur dan siap untuk segera dipindah tanamkan di lahan atau kebun.

Persiapan awal yang harus dilakukan sebelum menanam selain persiapan bibit yang baik adalah persiapan pembuatan lubang tanam yang kelihatannya merupakan hal yang sangat sepele, namun kesalahan kecil dalam pembuatan lubang tanam akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pertumbuhan tanaman selanjutnya. Pengaruh tersebut akan berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang dan sangat mungkin dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak sesuai dengan yang diharapkan (pertumbuhan lambat, mal nutrisi, waktu tunggu tanaman berproduksi menjadi lebih lama, tanaman rentan terhadap serangan hama penyakit, dan sebagainya). Oleh karena itu lubang tanam harus dipersiapkan dengan baik, sebaik kita mempersiapkan bibit sebelum menanam.   

Manajemen lubang tanam dimulai dengan memodifikasi ruang tumbuh akar pada awal pertumbuhan tanaman dengan menyediakan ruang tumbuh yang ideal, khususnya bagi pertumbuhan akar. Bibit yang ditanam umumnya adalah bibit yang berukuran kecil, kurang dari 1,5 meter bahkan ukurannya bisa lebih kecil lagi, hanya 0,5 meter misalnya. Ibarat bayi atau balita yang sedang tumbuh, lingkungan pertumbuhan adalah sesuatu hal yang bersifat kritis, artinya lingkungan tumbuh yang baik akan mendukung pertumbuhan bibit menjadi lebih baik, begitu sebaliknya. Dengan menyediakan ruang tumbuh yang ideal, akar tanaman akan tumbuh dengan optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman di atas tanah. Manifestasi kualitas pertumbuhan akar yang baik tercermin pada pertumbuhan tanaman yang sehat dan kuat, dan sebaliknya kualitas pertumbuhan tanaman akan terlihat lambat dan jelek jika pertumbuhan akar di dalam tanah terhambat.

Berikut langkah-langkah dalam manajemen pembuatan lubang tanam :



Siapkan bibit tanaman buah yang hendak ditanam terlebih dahulu. Ukuran tinggi bibit (dalam satuan meter) bukanlah hal yang mutlak, namun disarankan lebih baik menanam bibit berukuran cukup besar dengan tinggi bibit minimal 1 meter, terlebih jika bibit tersebut hendak ditanam di lahan atau kebun yang jauh dari domisili tempat tinggal si penanam dan tidak diawasi penuh setiap hari. Bibit berukuran besar tentu saja mempunyai batang yang relatif lebih besar dengan sistem perakaran yang telah tumbuh baik dan membesar sehingga mampu menopang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan pasca penananaman di lahan. Namun jika hendak ditanam di halaman depan/belakang rumah, bibit berukuran kecil pun bukan merupakan masalah karena bisa diawasi dan dirawat setiap hari, mulai dari penyiraman (jika tidak ada hujan), pengendalian gulma di sekeliling perakaran, pemupukan, maupun pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman.



Tentukan titik letak penanaman di halaman atau kebun dengan mempertimbangkan jarak tanam yang dikehendaki (berkaitan dengan populasi tanaman per satuan luas). Bersihkan sekeliling calon lubang tanam dari rumput, sampah, maupun batuan yang mungkin terdapat di situ.



Gali lubang tanam dengan ukuran minimum 50x50x50 cm untuk bibit tanaman berukuran kecil (tinggi 0,5 meter), ukuran 75x75x75 cm untuk bibit tanaman berukuran sedang (tinggi 1 meter), dan ukuran 100x100x100 cm untuk bibit tanaman berukuran besar (tinggi 1,5 meter atau lebih)



Bersihkan lubang tanam yang telah jadi dari batu, kerikil, sisa akar, maupun kotoran lainnya sehingga lubang tanam terlihat bersih dan rapi.



Taburkan pupuk fosfat dalam bentuk Rock Phosphate (RP), Triple Super Phosphat (TSP), atau SP36 (Super Phosphat 36), di bagian bawah lubang tanam sebanyak 100 gram untuk lubang tanam ukuran 50x50x50 cm, sebanyak 150 gram untuk lubang tanam ukuran 75x75x75 cm, dan sebanyak 200 gram untuk lubang tanam berukuran 100x100x100 cm.

Unsur fosfat sangat dibutuhkan tanaman untuk membentuk akar dan sistem perakaran yang kuat pada awal pertumbuhan tanaman, dan pemberian unsur fosfat dengan jumlah cukup pada saat pembuatan lubang tanam akan sangat membantu dalam penyediaan unsur fosfat tersebut bagi akar dan tanaman muda secara keseluruhan, sehingga tanaman akan tumbuh lebih baik dan lebih cepat. 



Siapkan pupuk kandang (pukan) dalam bentuk kotoran hewan (kohe) matang dan terfermentasi sempurna dalam jumlah secukupnya, tergantung pada jenis-jenis tanah setempat. Untuk jenis tanah-tanah berat yang liat dengan kandung fraksi lempung yang tinggi, bisa menggunakan komposisi 1 hingga 1,5 bagian pukan/kohe dicampur dengan 3 bagian tanah. Untuk jenis tanah sedang dengan kandungan fraksi lempung, debu, dan pasir seimbang, dapat dicampurkan 2 bagian pukan/kohe dengan 3 bagian tanah. Sementara pada tanah-tanah dengan kandungan fraksi pasir yang tinggi, menggunakan komposisi 2 hingga 3 bagian pukan/kohe dicampurkan dengan 3 bagian tanah.  

Sebagaimana telah diulas panjang lebar pada postingan sebelumnya (Media Tanam Tabulampot), pemberian bahan organik dalam bentuk pukan/kohe akan sangat banyak membantu dalam menambah jumlah bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah (crumb) sehingga menjadi tempat pertumbuhan akar yang sangat ideal, perkembangan akar menjadi lebih cepat dan bisa menyebar dengan baik dalam waktu yang lebih singkat. Pemberian pupuk kandang juga dapat menjamin ketersediaan pasokan hara-hara makro dan mikro esensial dari hasil perombakan (dekomposisi) bahan organik di awal pertumbuhan tanaman di lahan. Selain itu, pemberian bahan organik berarti menciptakan lingkungan yang sangat baik bagi mikrobia (jasad renik), baik yang ada di dalam pukan/kohe itu sendiri maupun yang ada di dalam tanah. Dari lingkungan yang baik tersebut akan sangat membantu terjadinya proses perombakan/peruraian bahan organik yang menghasilkan begitu banyak hara-hara makro dan mikro esensial sebagaimana yang telah disebutkan di atas. 

Tidak ada patokan jenis/macam pukan/kohe yang baik untuk digunakan sebagai bahan campuran tanah di dalam lubang tanam, namun sebaiknya menggunakan pukan/kohe yang berasal dari ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) maupun kuda dan kelinci. Jangan lupa untuk menggunakan pukan/kohe yang telah terdekomposisi sempurna (rasio C/N kurang dari 15%) untuk menghindari efek terbakar (burning effect) yang bisa menyebabkan kematian tanaman.



Jika diperlukan, lakukan penyaringan tanah galian lubang tanam menggunakan saringan kawat strimin dengan ukuran lubang saringan 1 cm, gunanya untuk memisahkan batuan kecil (kerikil) sekaligus kotoran-kotoran lainnya yang mungkin terdapat di dalam tanah (sampah plastik, potongan kayu, dan sebagainya) yang bisa mengganggu pertumbuhan akar tanaman muda.



Tanah dan pukan/kohe dengan perbandingan volume yang tepat telah siap untuk diaduk

 

Lakukan pengadukan merata secara manual pada saat pencampuran tanah dan pukan/kohe dan ulangi proses pencampuran dan pengadukan tersebut sebanyak 2 hingga 3 kali agar tanah dan pukan/kohe dapat tercampur sempurna membentuk campuran yang homogen.



Campurkan kembali pupuk yang mengandung fosfat dalam bentuk pupuk TSP (Triple Super Phosphat), SP36, maupun pupuk RP (Rock Phosphat), dengan jumlah yang disesuaikan dengan ukuran lubang tanam, berkisar antara 50 hingga 150 gram per lubang tanam, yang diberikan pada saat pengadukan tanah dengan pukan/kohe. Pupuk yang mengandung fosfat ini berfungsi sebagai starter yang bagus bagi pertumbuhan awal akar tanaman pasca penanaman di lahan, dengan demikian akar akan tumbuh lebih banyak dan lebih kuat untuk mendukung pertumbuhan tanaman di lahan.



Masukkan kembali campuran tanah/kohe ke dalam lubang tanam hingga batas tinggi leher akar bibit yang akan ditanam. Padatkan tanah pada semua bagian sisi samping lubang untuk menghindari efek longsor jika tersiram air atau terkena hujan deras, agar bibit yang ditanam tidak berubah posisi setelah bibit di tanam.



Robek plastik dan keluarkan bibit dari plastik polybag, letakkan bibit pada bagian tengah lubang tanam dengan kedalaman yang disesuaikan. Masukkan kembali campuran tanah dan pukan/kohe di sekeliling lubang, menutupi semua akar tanaman hingga batas tinggi yang disarankan adalah sebatas leher akar bibit tersebut dan tidak mencapai titik sambungan (jika berasal dari bibit okulasi atau sambung sisip atau sambung pucuk).



Padatkan tanah di sekeliling bibit agar bibit berdiri dengan tegak, tidak miring ke salah satu sisi yang bisa menyebabkan arah pertumbuhan tanaman menjadi jelek pada akhirnya.



Pemadatan tanah di sekeliling tanaman sangat diperlukan agar tanaman dapat berdiri dengan tegak dan kokoh. Campuran tanah dan pupuk kandang dalam jumlah cukup akan bersifat sangat gembur sehingga meski ditekan dan diinjak-injak pada saat pemadatan, tanah akan tetap gembur. Selain itu pemadatan tanah juga bertujuan untuk mengisi semua ceruk di bagian samping yang mungkin belum terisi oleh campuran tanah dan pupuk kandang sehingga dapat dihindari tanah yang berlubang saat lubang tanam disiram air.



Segera siramkan air dalam volume secukupnya (10 - 20 liter) ke tanaman agar tanah menjadi basah dan jenuh oleh air, sekaligus menghindarkan tanaman menjadi layu pasca penanaman. Sangat disarankan untuk mulai menanam pada awal musim penghujan agar tanaman mendapat pasokan air secara kontinyu sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur. Namun tidak menutup kemungkinan untuk memulai membuat lubang tanam dan menanam pada musim kemarau asalkan tersedia sumber air dalam jumlah yang cukup untuk penyiraman secara teratur.



Taburkan kapur dolomit yang mengandung unsur Calsium dan Magnesium untuk menjaga kestabilan pH (derajat kemasaman) tanah sekaligus memberi asupan nutrisi bagi tanaman muda yang ditanam di lahan terbuka. Pemberian kapur dolomit adalah hal yang penting bagi tanaman, khususnya pada proses pembentukan tunas-tunas baru bagi tanaman muda serta memasok hara magnesium yang menjadi penyusun utama klorofil di daun. Diharapkan dengan segera agar tanaman mampu untuk berfotosintesis secara sempurna sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik di lahan.



Hal penting lainnya pasca penanaman selesai dilakukan adalah pengendalian gulma, terlebih jika lahan berada di tempat yang jauh. Pertumbuhan tanaman muda sangat dipengaruh oleh persaingannya dengan gulma yang tumbuh dengan cepat di sekeliling tanaman muda tersebut. Persaingan tanaman muda dengan gulma lebih ke arah perebutan hara dan air yang bersifat kritis bagi tanaman muda tersebut. Segera kendalikan pertumbuhan gulma dengan penyiangan manual/mekanis jika jumlah tanaman sedikit dan dekat dengan jangkauan tempat tinggal, namun jika jumlah tanaman tergolong cukup banyak di lahan yang jauh, lakukan pengendalian gulma secara kimiawi. Gunakan herbisida (racun rumput) berbahan aktif isoprofil amina glifosat (contoh : RoundUp, SunUp, Rambo, Basmilang) yang dicampur dengan herbisida berbahan aktif 2,4D amina (contoh : DMA6, Lindomin) dengan takaran mengikuti anjuran di label kemasan herbisida. Kombinasi dua bahan aktif herbisida tersebut mampu mengendalikan dan menekan pertumbuhan gulma rumput dan beberapa gulma berdaun lebar dalam kurun waktu 2 hingga 3 bulan berikutnya. Penyiangan kimiawi berikutnya dapat dilakukan dengan melihat suksesi gulma yang tumbuh pada tempat yang sama.


Contoh beberapa bibit tanaman buah yang telah ditanam dengan panduan cara tersebut :


Klengkeng "Wusan" pasca penanaman di lahan
Durian "Pelangi Manokwari" berkaki 3 ala Durian Bawor pasca penananam di lahan

Mangga "Khiosawoei Cross" pasca penananam di lahan

Klengkeng NN (golongan temperate) pasca penanaman di lahan

Sawo Jumbo "Vietnam" pasca penanaman di lahan
Mangga "Lancetilla" pasca penanaman di lahan
Jeruk Keprok "Terigas" pasca penanaman di lahan
Mangga "three in one" pasca penanaman di lahan




Pada kasus tertentu, lubang tanam dipersiapkan jauh lebih awal sebelum musim penghujan tiba, kira-kira 2 atau 3 bulan sebelumnya sambil menunggu bibit tanaman tumbuh menjadi lebih besar dan lebih sehat di dalam polybag. Masukkan campuran tanah dan pupuk kandang ke dalam lubang hingga hampir penuh, jangan dipadatkan karena media tanam akan turun dengan sendirinya ke dalam lubang. Berikan ajir bambu bagian tengah lubang tanam untuk menandai titik penanaman jika musim hujan telah tiba atau pada saat bibit telah siap untuk di tanam di lahan tersebut.

Jika telah tiba waktunya untuk menanam, cabut tanda ajir bambu dan lubangi bagian tengah sebesar ukuran polybag tanaman, masukkan tanaman pada lubang lalu padatkan tanah sekeliling bola akar dengan tanah. Terakhir, siram dengan air hingga jenuh dan tanaman telah siap untuk tumbuh membesar dan sehat di lahan tersebut.


Selamat mencoba dan Go Green Indonesia

Friday 25 October 2013

Media Tanam Tabulampot


Media tanam tabulampot dengan komposisi 1 bagian tanah sedang + 1 bagian pupuk kandang + 1 bagian sekam segar


Salah satu topik yang paling sering ditanyakan oleh pembaca blog ini yang menelepon atau mengirim email ke saya adalah bagaimana cara membuat media tanam untuk tabulampot ?, beberapa di antara mereka mengeluhkan problem pertumbuhan tanaman yang sangat lambat, tanaman yang terlalu cepat layu meski sering disiram, media tanam yang mengeras meski sering didangir, dan sebagainya.
Jika hal ini ditanyakan ke nursery tempat orang biasanya memperoleh sarana untuk menanan dan berkebun, maka jawaban tiap nursery akan berbeda-beda, karena mereka mempunyai kebiasaan sendiri untuk memformulasi media tanam untuk tanaman yang mereka jual, di sisi lain komposisi media tanam tersebut tentu saja akan berbeda antara untuk tanaman yang dikoleksi sendiri dengan tanaman yang dipajang untuk dijual. Media tanam untuk tanaman yang akan dijual biasanya dibuat seringan mungkin dengan mengurangi jumlah tanah dan memperbanyak proporsi bahan lainnya seperti sekam, cocopeat, cocofiber, cocoblock, kompos kasar dedaunan, serbuk arang, pecahan arang, serbuk kayu hasil gergajian, serta serasah tanaman (cincangan akar, ranting, dan daun). Tujuannya tentu saja adalah efisiensi untuk menekan biaya per satuan jumlah bibit serta memperingan bobot tanaman secara keseluruhan agar memudahkan dalam proses pengiriman ke tempat atau daerah yang jauh, bahkan pengiriman antar pulau.
Media tanam tabulampot sebaiknya harus dilihat dalam konteks bahwa media tanam harus bisa memberikan dukungan optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pada akhirnya media tanam harus bisa memberikan dukungan secara fisik, kimia, maupun biologis. Dukungan fisik adalah kemampuan media tanam dalam memberikan ruang tumbuh optimal bagi akar, menyediakan proporsi pori makro bagi penyediaan air/lengas tanah serta proporsi pori makro bagi penyediaan oksigen untuk pernafasan akar. Keadaan ideal seperti ini hanya bisa terjadi jika dilakukan modifikasi terhadap struktur tanah. Struktur mampat pada tanah harus dimodifikasi agar struktur menjadi lebih remah (crumb), sementara struktur tanah lepas harus dimodifikasi juga agar menjadi lebih remah sehingga bisa “dipegang” oleh akar tanaman. Secara kimiawi, media tanam juga harus memberikan dukungan dengan kemampuaannya menerima, mengikat dan melepaskan unsur hara alami yang dikandungnya maupun penambahan unsur hara yang diberikan dalam bentuk pupuk, baik organik maupun anorganik. Dan yang terakhir adalah dukungan biologis media tanam yang diwujudkan dalam bentuk tersedianya ruang tumbuh yang optimal bagi kehidupan mikrobia-mikrobia tanah untuk menjalankan aktifitas kehidupan dalam membongkar bahan atau senyawa organik di dalam media tanam. Hasil akhir dekomposisi bahan atau senyawa organik adalah berupa hara-hara yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Jika melihat ukuran pot yang terbatas, media tanam harus dibuat subur secara fisik, subur secara kimia dan tentu saja subur secara biologis agar keterbatasan volume dalam pot tersebut mampu memberikan dukungan optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketiga kesuburan tersebut bisa diperoleh dengan memodifikasi media tanam dengan mencampurkan beberapa bahan dengan proporsi tertentu. Berdasarkan pengalaman, saya biasa membuat media tanam dengan 3 bahan utama, yakni tanah, pupuk kandang, dan sekam padi.
Di Indonesia yang beriklim tropis, variasi jenis tanah menjadi sangat banyak dengan kandungan fraksi tanah dan tingkat kesuburan yang berbeda. Fraksi penyusun tanah terdiri dari fraksi lempung yang bersifat liat (sehingga sering disebut sebagai tanah liat), fraksi debu yang mudah terdispersi oleh air, serta fraksi pasir pada tanah-tanah yang berdekatan dengan gunung berapi aktif. Kandungan fraksi lempung, fraksi debu, dan fraksi pasir pada setiap jenis tanah tentu saja berbeda-beda. Ada jenis tanah yang dominan berisi fraksi lempung (biasanya berwarna hitam, kehitaman, merah, merah kecoklatan), dominan berisi fraksi debu (berwarna coklat muda, coklat kekuningan), serta tanah dengan fraksi pasir yang dominan (berwarna hitam keabuan). Dari beragam jenis tanah yang berbeda-beda kandungan fraksi penyusun tanahnya, ditemukan beberapa jenis tanah dengan komposisi lempung, debu, dan pasir yang seimbang. Tanah –tanah dengan komposisi seimbang ini relatif lebih mudah jika dijadikan campuran media tanam, namun ketersediaannya hanya terbatas di daerah-daerah tertentu saja. Yang paling mudah adalah menggunakan tanah setempat yang berasal dari daerah sekitar tempat tinggal kita. Sebagai panduan sederhana, gunakan panduan warna tanah yang ada di sekitar kita untuk melihat tingkat kesuburannya secara visual. Semakin tua warna tanah maka semakin tinggi tingkat kesuburan kimianya karena tanah-tanah tersebut tergolong tanah yang sudah mengalami perkembangan yang lanjut selama jutaan tahun, demikian pula sebaliknya.
Pupuk kandang sebagai komponen kedua bisa diperoleh dari kotoran ternak seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, maupun kelinci. Kotoran ternak unggas tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai komponen pencampuran karena sifatnya yang gampang sekali memadat dan membuat media tanam menjadi keras saat media tanam kekurangan air dalam waktu panjang. Kotoran dari ternak unggas hanya disarankan untuk diberikan sebagai penutup (topping) pada bagian atas media tanam, itupun dalam jumlah yang terbatas. Gunakan pupuk kandang yang sudah terurai (matang) secara alami dari kandang ternak atau pupuk kandang yang sengaja difermentasikan (didekomposisikan) menggunakan mikrobia pengurai (decomposer) yang lazim dibuat oleh peternakan besar untuk memanfaatkan kotoran ternak sebagai hasil samping. Pupuk kandang yang matang secara alami (dalam jangka waktu relatif lama) maupun yang sengaja didekomposisikan (dalam jangka waktu singkat) mempunyai rasio Carbon/Nitrogen rendah, kurang dari 20, sementara kotoran ternak segar pada umumnya mempunyai rasio C/N lebih dari 40. Semakin tinggi rasio C/N, semakin berbahaya penggunaan pupuk kandang tersebut bagi tanaman karena pada kondisi tersebut, proses dekomposisi pupuk kandang masih berlangsung, Bakteri menguraikan carbon dari dalam pupuk kandang  dengan mengambil nitrogen sebagai sumber energi utamanya. Jika pupuk kandang masih segar atau setengah matang digunakan sebagai bahan pencampur media tanam, maka dalam proses dekomposisi yang masih berlangsung tersebut, bakteri pengurai akan menggunakan semua nitrogen yang terkandung dari dalam pupuk kandang, serta mengambil nitrogen dari sumber-sumber lainnya, yaitu dari campuran tanah di dalam media tanam. Sementara jika proses dekomposisi belum juga selesai, maka bakteri pengurai akan mengambil nitrogen dari dalam tanaman sehingga nitrogen akan keluar dari dalam sel-sel, dimulai dari sel-sel daun pada bagian ujung tanaman. Keluarnya nitrogen dari dalam sel ini disebut dengan istilah plasmolisis yang menimbulkan gejala seperti daun terbakar (burning) di bagian tepi menuju ke bagian tengah daun. Itu sebabnya, sebagian orang memberi istilah “pupuk panas” untuk menjelaskan fenomena tersebut. Dalam kondisi parah, tanaman akan mengering dan mati total karena hampir semua sel-sel tanaman mengalami plasmolisis, sementara pada kondisi ringan hingga sedang, daun yang terbakar akan gugur, namun tanaman akan pulih dengan memunculkan tunas-tunas baru kembali, meski proses pemulihannya akan berlangsung cukup lama. Jika menggunakan pupuk kandang yang dibeli, pastikan bahwa pupuk kandang tersebut tidak berbau, berwarna coklat kehitaman, serta remah dengan kandungan kadar air yang cukup rendah. Jika pupuk tersebut dijual dalam kemasan plastik, pastikan bahwa di labelnya tertera angka rasio C/N kurang dari 20. Penggunaan pupuk kandang pada media tanam bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik media tanam dengan mengubah struktur tanah berat menjadi lebih remah, sementara pada tanah-tanah ringan, pupuk kandang berfungsi untuk mengikat fraksi penyusun tanah yang mudah terpecah, menjadi bentuk dengan struktur yang lebih kuat. Hasil dekomposisi pupuk kandang mampu memasok hampir semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, dan pemberian pupuk kandang pada media tanam berarti memperkaya kandungan mikrobia yang bermanfaat pula bagi tanaman. Kandungan hara yang terkandung pada pupuk kandang bervariasi dari daerah dan waktu yang berbeda, jenis ternak serta ransum atau pakan yang dikonsumsi oleh ternak, namun perbedaan kandungan haranya kurang nyata, umumnya berada dalam kisaran yang hampir sama.
Komponen ketiga adalah sekam padi yang banyak sekali terdapat di seluruh penjuru tanah air, khususnya di sentra-sentra produksi padi. Sebagai bahan organik yang cukup lambat urai, sekam adalah pilihan terbaik sebagai salah satu komponen penyusun media tanam tabulampot, terlebih jika dikaitkan dengan ketersediaannya yang melimpah, harga yang relative sangat murah, dan penggunaannya dalam media tanam menyebabkan total berat media tanam menjadi lebih ringan sehingga selain berfungsi untuk menunjang pertumbuhan tananam, tabulampot juga menjadi lebih mudah dipindah-pindahkan sesuai dengan kebutuhan. Penambahan sekam padi pada media tanam tabulampot lebih berujuan untuk memperbaiki porositas (kemampuan meneruskan air) sekaligus memodifikasi jumlah pori makro maupun pori mikro dalam media tanam. Modifikasi pori ini adalah wujud akhir dari kombinasi antara jenis tanah, jumlah pupuk kandang, serta jumlah sekam yang digunakan untuk membuat media tanam, semakin berat tanah yang digunakan maka semakin banyak jumlah sekam yang digunakan, demikian sebaliknya. Sekam segar relatif lebih mudah didapatkan dibanding sekam bakar yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Hindari penggunaan sekam yang berasal dari pengolahan padi yang belum lama dipanen karena pada umumnya masih mengandung biji padi yang lolos dari proses penggilingan, dan jika sekam ini digunakan sebagai campuran media tanam akan memunculkan banyak tunas-tunas padi yang akan berkecambah beberapa hari setelah sekam digunakan. Selain itu, sekam baru ini umumnya masih mengandung banyak pecahan beras yang jika berada dalam kondisi basah di dalam media tanam akan menjadi substrat bagi pertumbuhan jamur. Contoh sederhana adalah saat merobek polybag tanaman yang hendak di-repotting, sering terlihat miselia jamur berwarna putih di bagian bawah atau samping media tanam yang diselubungi oleh akar. Pilih sekam yang berwarna agak kusam sebagai tanda bahwa sekam tersebut berasal dari proses penggilingan padi yang sudah lama. Jika sekam bakar tersedia dalam jumlah banyak, kombinasikan sekam segar dan sekam bakar sebagai bahan campuran, dan untuk mendukung estetika tabulampot, sekam bakar yang dicampur pupuk kandang halus dapat digunakan sebagi topping setebal 2-3 cm pada bagian atas media tanam. Topping tabulampot seperti ini akan terlihat lebih bagus dan rapi dibanding topping yang terbuat dari sekam segar. Namun terkadang ketersediaan sekam bakar relatif lebih sulit karena dibutuhkan proses tambahan untuk mengubah sekam segar menjadi sekam bakar, maka untuk topping dapat dibuat dengan menaburkan pupuk kandang halus secukupnya di bagian atas media tanam. Sekam bakar sendiri sebenarnya adalah arang sekam yang dibuat dari sekam segar dengan proses sederhana, Tidak ada keunggulan nyata jika membandingkan sekam bakar dengan sekam segar, selain keunggulan sterilitasnya yang lebih baik.


Ayo membuat media tanam tabulampot

3 komponen utama penyusun media tanam tabulampot beserta bahan pendukung lainnya

Siapkan 3 bahan utama penyusun media tanam, yaitu : tanah, pupuk kandang, dan sekam segar. Perbandingan volume 1:1:1 (bukan perbandingan berat). Perbandingan volume tanah adalah 1 bagian karena pada contoh foto di atas digunakan tanah sedang dengan komposisi fraksi lempung, debu, dan pasir yang seimbang. Tanah yang digunakan pada contoh di atas adalah tanah jenis Andosol dari lereng gunung Merbabu, Jawa Tengah.

Jangan lupa untuk menambahkan sedikit kapur dolomit atau kapur pertanian (sebanyak 2 sendok teh) untuk menjaga pH tanah sekaligus memberikan asupan kalsium yang baik bagi proses pertunasan tanaman buah yang baru dipindah ke dalam pot, serta sedikit insektisida berbahan aktif carbofuran (Furadan/Currater) sebagai bahan untuk mensterilkan tanah dari hama-hama tanah, khususnya cacing nematoda. Dosis yang digunakan adalah 1/2 sendok teh untuk media tanam sebanyak 25-30 liter
 


Aduk semua bahan agar bercampur dengan sempurna dan tambahkan sedikit air agar campuran media tanam menjadi lebih mudah dan kompak


Anjuran komposisi untuk pembuatan media tanam adalah sebagai berikut :

1. Jika tanah yang digunakan tergolong tanah berat dengan kandungan fraksi lempung yang tinggi sehingga bersifat sangat liat, maka anjuran komposisi media tanamnya adalah 1 bagian tanah dicampur dengan 1 bagian pupuk kandang (sapi/kambing/kerbau/kelinci) dan 3 bagian sekam segar atau sekam bakar atau kombinasi sekam segar dan sekam bakar (perbandingan volume 1:1:3). Jangan sekali-kali menggunakan abu sekam untuk campuran media tanam karena dalam kondisi jenuh air, kombinasi tanah berat dengan abu sekam akan menghasilkan efek melumpur (seperti lumpur) yang justru mengganggu drainase (pengatusan) air dan aerasi (pengudaraan) dalam media tanam. Tanah berat tergolong tanah yang miskin pori, baik pori makro maupun pori mikro, dan karena kandungan fraksi lempungnya yang tinggi, maka kemampuan ikat airnya sangat tinggi, dengan kata lain, tanah mampu menyimpan air dengan sangat baik disertai dengan drainase (pengatusan) yang buruk. Dalam kondisi seperti ini, pertumbuhan akar akan terhambat akibat adanya penggenangan air dalam tanah. Penambahan pupuk organik bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah agar tanah menjadi lebih remah (crumb) dan akar bisa tumbuh dengan leluasa, sementara penambahan sekam padi bertujuan untuk memperbaiki porositas tanah, menambah jumlah pori makro untuk meneruskan kelebihan air dalam tanah (fungsi pengatusan air) serta menambah jumlah pori mikro untuk menyimpan oksigen (fungsi aerasi atau fungsi pernafasan bagi akar) 



2. Tanah-tanah sedang dengan komposisi fraksi lempung, debu, dan pasir yang seimbang, umumnya relatif ideal dijadikan media tanam tabulampot, namun tetap perlu dimodifikasi agar menjadi lebih ideal untuk digunakan sebagai media tanam dalam jumlah yang terbatas dalam pot agar ideal untuk pertumbuhan akar di bagian bawah serta manifestasi pertumbuhan tanaman yang sehat di bagian atas. Campurkan merata 1 bagian tanah sedang , dengan 0,5 hingga 1 bagian pupuk kandang, dan 1 atau 2 bagian sekam (perbandingan volume 1: 0,5: 1 atau 1:1:2), disesuaikan dengan kebutuhan tanaman yang berbeda antar tanaman yang satu dengan tanaman lainnya. 



3. Tanah dengan fraksi pasir yang dominan, digolongkan sebagai tanah ringan karena mudah diolah, baik itu tanah dalam keadaan basah apalagi dalam keadaan kering. Tanah jenis ini umumnya terdapat di daerah di sekitar gunung berapi yang masih aktif, biasanya miskin akan kandungan bahan organik, strukturnya sangat remah cenderung rapuh, komposisi pori makro yang sangat tinggi dibanding jumlah pori mikronya, sangat mudah meneruskan kelebihan air, dan miskin kandungan unsur hara nitrogen. Karenanya, jika dibuat sebagai media tanam tabulampot, tanah jenis ini harus diperbaiki sifat-sifat fisikanya, sifat kimianya dan sifat biologinya dengan mencampurkan 1 bagian tanah dengan 2 bagian pupuk kandang, dan 1 bagian sekam (perbandingan volume 1:2:1), atau tergantung kebutuhan dilihat dari sumber tanahnya, apakah tanah diperoleh dari daerah yang tergolong subur atau kurang subur. Penambahan bahan organik seperti pupuk kandang sekaligus akan memperbaiki sifat fisika tanah (memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah), sifat kimia (menambah kandungan unsur hara organik makro dan mikro) serta memperbaiki sifat biologinya (meningkatkan jumlah dan jenis mikrobia tanah) 


Ciri utama media tanam yang baik adalah tidak gampang memadat meski telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama, dan media seperti ini hanya dapat diperoleh dengan cara memodifikasi media tanam dengan bahan-bahan yang tersedia di sekitar kita dan mudah untuk mendapatkannya. Jika ragu dalam membuat media tanam, khususnya kualitas fisiknya, lakukan tips berikut : 

ambil segenggam media tanam yang telah dibuat dan dalam keadaan lembab (sedikit basah), lalu kepal dengan kuat dalam genggaman tangan. Jika saat genggaman tangan dibuka dan gumpalan media tanam pecah (Jawa : ambyar), itu berarti komposisi media tanam telah ideal secara fisik. Namun jika saat genggaman tangan dibuka dan media tanam tetap berada dalam kondisi menggumpal, berarti diperlukan penambahan sekam segar atau sekam basah dalam jumlah secukupnya agar komposisi ideal media tanam dapat terbentuk sebagaimana telah dicontohkan sebelumnya.   

Penggunaan media tanam tabulampot dengan komposisi yang ideal akan sangat menunjang pertumbuhan akar menjadi lebih optimal, akar dapat tumbuh dengan leluasa karena mendapatkan suplai oksigen dan air dalam jumlah memadai, dan dalam kondisi pertumbuhan optimal tersebut, akar dapat menjalankan fungsinya untuk menyerap air dan hara-hara yang diperlukan dari dalam media tanam untuk disinergikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Berikut adalah ilustrasi persiapan penanaman tanaman buah dalam pot pasca pembuatan media tanam





Siapkan pot (contoh adalah foto pot berdiameter 50 cm), tutupi semua lubang drainase di bagian bawah dengan menggunakan bahan tipis dan rata (contoh adalah bahan pecahan eternit bangunan) yang berukuran 3-4 kali lebih besar dari pada ukuran lubang. Jika tidak terdapat pecahan eternit, bisa menggunakan pecahan kaca, pecahan genteng, maupun pecahan keramik lantai, yang penting permukaannya rata yang berfungsi untuk menutup lubang drainase pot. Tidak perlu khawatir air (siraman maupun air hujan) tidak akan mengalir dan teratus dengan sempurna meski lubang ditutup dengan rapat. Kelebihan air siraman pada media tanam akan mengalir ke bawah melalui sisi samping lubang yang tertutupi oleh pecahan eternit, mengikuti gaya gravitasi bumi (proses kapilarisasi). 



Taburkan sekam segar, sekam bakar, atau campuran keduanya setebal 2-3 cm di bagian dasar pot, yang berfungsi sebagai alas media tanam sekaligus penyaring air siraman yang terlalu banyak. Pemberian sekam sebagai alas pot sangat baik bagi media tanam agar tidak memadat pada bagian bawah akibat frekuensi penyiraman yang tinggi, berfungsi sebagai saringan yang sangat baik, memberikan ruang tumbuh yang baik bagi akar terbawah serta sangat memudahkan jika tanaman hendak dicabut dari pot untuk keperluan penanaman di lahan maupun repotting ke dalam pot yang berukuran lebih besar. Sangat tidak disarankan untuk menggunakan pecahan styrofoam (gabus) pada bagian bawah sebagai penutup atau alas bagian bawah pot karena berpotensi menjadi sarang semut



Masukkan media tanam yang telah dibuat sebelumnya, dengan volume atau ketinggian media tanam yang disesuaikan dengan ukuran bibit yang ingin ditanam. Ratakan media tanam dan tekan-tekan permukaannya ke arah bawah agar media tanam menjadi sedikit lebih padat/kompak dan tidak menurun permukaannya beberapa waktu kemudian akibat penyiraman



Siapkan pula bibit yang hendak ditanam di dalam pot



Robek plastik polybag yang membungkus bibit, buang media tanam lama yang terlihat tidak terikat oleh volume akar. Jika diperlukan, potong akar yang tumbuh tidak beraturan dan rapikan kembali media tanamnya sebelum bibit dimasukkan ke dalam pot



Masukkan bibit ke dalam pot, atur letaknya agar seimbang dan proporsional dari segala arah, lalu masukkan sisa media tanam sambil ditekan-tekan pada semua sisi agar bibit terjepit dengan baik dan berdiri tegak dengan sempurna, tidak miring ke kiri maupun ke kanan



Berikan topping pada bagian atas dengan mengganti sekam segar menjadi sekam bakar (jika ada), semata-mata agar tampilan bagian atas terlihat lebih rapi. Komposisi campuran media tanam untuk topping tersebut sama persis dengan komposisi campuran media tanam di bawahnya. Jika tidak tersedia sekam bakar, gunakan campuran sebelumnya yang menggunakan sekam segar
 
Siram air ke atas permukaan media sambil sedikit ditekan-tengan dengan tangan agar media memadat dan mencengkeram bibit dengan baik dan menghindari bibit yang akhirnya miring akibat media yang menurun permukaannya pada sisi tertentu karena air siraman

Tinggi maksimum media tanam yang disarankan adalah 5 cm dari permukaan pot dan tinggi permukaan tersebut akan menurun seiring dengan jalannya waktu karena semua pupuk kandang yang digunakan akan habis terurai, demikian pula volume sekam akan menyusut akibat proses pelapukan 



Tabulampot siap untuk diletakkan di tempat yang diinginkan dan sebaiknya letaknya berada pada tempat yang mendapat penyinaran penuh oleh sinar matahari, setidaknya selama 10 jam per hari, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan berkembang dengan sempurna

Penyiraman hanya diberikan dalam jumlah secukupnya, sekedar membasahi media tanam dan tidak dianjurkan untuk menyiram dengan volume air berlebih. Kelebihan air secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya leaching (pencucian) media tanam yang terlihat dengan mengalirnya air dalam jumlah banyak beberapa saat setelah penyiraman. Kelebihan air siraman tersebut akan membawa serta kandungan hara organik maupun anorganik yang terdapat dalam media tanam. Pencucian intensif akan mempercepat kehilangan kesuburan media tanam. Jika pot berdiameter 30 cm hingga 40 cm cukup diberi ai siraman sebanyak 1 hingga 1,5 liter setiap proses penyiraman dilakukan. Sementara pot berdiameter 50 hingga 60 cm cukup disiram dengan 2 liter air

SELAMAT MENCOBA

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More