Selamat datang di Leira Buah Tropis...Berkebun Bersama Ariel...GO GREEN INDONESIA!!!

Sunday 19 August 2012

Variasi Bibit Tanaman Buah Mangga






Mangga adalah buah yang dikenal paling luas sebagai buah konsumsi dengan penyebaran merata mulai dari Sabang hingga Merauke. Berbeda dengan buah pisang yang penyebarannya juga merata,  nyaris semua varietas mangga yang dibudidayakan bisa langsung dikonsumsi, sebagian saat buah masih mentah (manenda = mangga panen muda) maupun saat buah mangga telah matang di pohon maupun buah mangga hasil peraman, sementara sebagian varietas pisang bisa dikonsumsi secara langsung (buah meja), namun sebagian buah pisang lainnya harus diolah (buah olahan) terlebih dahulu agar bisa dikonsumsi.

Saat ini dikenal lebih dari dua ratus varietas mangga yang terdapat di seluruh di Indonesia, umumnya berasal dari species Mangifera indica dan Mangifera odorata. Varietas-varietas mangga tersebut sangat terkenal di daerahnya masing-masing, seperti mangga gedong dan gedong gincu di wilayah Cirebon, Indramayu, dan Majalengka, mangga sengir dan dermayu di Indramayu, mangga “macan” di kota Makassar, mangga lalijiwo di kota Semarang dan sekitarnya, mangga manalagi dan madu anggur yang paling populer di hampir semua wilayah Jawa Timur, mangga podang di Kediri, serta masih banyak varietas lokal lainnya yang juga sangat popular di masing-masing daerah.

Kebutuhan mangga sebagai buah konsumsi yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi manusia, mendorong sebagian orang kemudian memperbanyak bibit dari pohon induk terpilih agar keberlangsungan varietas mangga tersebut dapat dijaga kelestariannya, di sisi lain juga bermanfaat untuk menyebarkan varietas mangga tertentu ke daerah lain yang sama sekali belum mengenal varietas tersebut. Berawal dari sinilah akhirnya bermunculan cara-cara perbanyakan bibit mangga, dimulai dengan cara mencangkok. Cara mencangkok ini tidak akan dibahas secara khusus dalam topik ini karena mencangkok dianggap cara yang kurang praktis karena dengan cara mencangkok tidak akan dapat dihasilkan bibit dalam jumlah besar dalam waktu singkat, selain itu postur bibit cangkok tidak seragam dan umumnya berukuran besar sehingga menyulitkan dalam transportasi pengiriman jarak jauh, apalagi jika pengiriman bibit dilakukan antar pulau dan maupun antar negara.

Apapun varietas mangganya, berikut ini adalah cara-cara yang umum dan biasanya dilakukan untuk memperbanyak bibit tanaman mangga, sekaligus sebagai upaya untuk mempertahankan kualitas genetik pohon induk agar sifat-sifat baiknya tetap dapat diturunkan 100% identik dengan sifat baik yang dimiliki oleh keturunannya dalam bentuk bibit tanaman buah mangga. Sebagian cara perbanyakan tersebut sangat umum dilakukan di suatu daerah (misalnya cara sambung pucuk di Jawa Timur atau di Kalimantan Barat), sementara di daerah lain berbeda lagi cara perbanyakannya (misalnya cara okulasi sebagai cara perbanyakan bibit yang sangat populer di Jawa Barat dan Jawa Tengah). Beberapa orang (umumnya importir tanaman) membuat bibit tanaman buah mangga dengan cara sambung susu, di luar itu, teknik sambung sisip dan sambung samping juga bisa menjadi alternatif lain, dan dengan teknik perbanyakan tersebut akan dihasilkan bibit baru dengan kualitas genetik yang sama baiknya. Selain faktor kebiasaan, faktor penguasaan teknik penyambungan juga menjadi alasan utama dalam memperbanyak bibit tanaman mangga.


OKULASI (Tempel Mata Tunas)











SAMBUNG PUCUK (Sambung Tunas Ujung)











SAMBUNG SISIP (Tempel Ranting Muda)








SAMBUNG SUSU (Sambung  Jaringan Kayu Antar Cabang/Ranting)













SAMBUNG SAMPING (Tempel Jaringan Kayu)








Sunday 12 August 2012

Memilih Bibit Tanaman Buah




Memilih bibit tanaman buah adalah hal yang cukup sulit bagi sebagian orang karena pengetahuan dan informasi yang dimiliki terbatas perihal jenis-jenis bibit itu sendiri. Keterbatasan pengetahuan dan informasi inilah yang akhirnya membuat orang menjadi ragu jika hendak memilih atau membeli bibit tanaman buah yang hendak mereka tanam. Bertanya pada orang yang mengerti tentang hal tersebut adalah hal yang paling mudah dilakukan, namun pemahaman diri sendiri terhadap jenis bibit akan sangat membantu diri kita masing-masing dalam memilih dan dan menentukan jenis bibit tanaman buah seperti apa yang diinginkan. Dengan demikian, pengetahuan dan informasi tentang jenis-jenis bibit beserta metode atau cara pembuatannya akan sangat membantu seseorang untuk menentukan pilihannya tersebut, tanpa harus bersikeras untuk hanya memilih bibit tanaman yang dibuat dengan cara tertentu, bibit cangkok atau bibit sambung susu misalnya, serta mengabaikan bibit tanaman yang dibuat dengan dengan cara selain cangkok dan sambung susu.





Bibit tanaman adalah individu tanaman kecil yang diperoleh dengan memperbanyak tanaman induk melalui berbagai macam cara/metode tertentu, dengan tujuan :
1.       Mewariskan sifat-sifat baik/unggul tanaman induk ke tanaman generasi berikutnya
2.       Mempertahankan keberlangsungan jenis-jenis tanaman dari waktu ke waktu
3.       Memperbanyak jumlah individu tanaman dalam waktu relatif singkat dengan kualitas yang baik
4.      Meningkatkan nilai keekonomian tanaman sebagai komoditas perdagangan, khususnya untuk tanaman yang menghasilkan buah dengan value yang tinggi
5.       Fungsi penyebaran tanaman dari satu daerah ke daerah lainnya
6.       Fungsi sosial budaya, adat istiadat, estetika, dan penghijauan, dan penelitian tanaman

Metode Perbanyakan Generatif (Perbanyakan Seksual) :
Biji adalah alat perbanyakan generatif, diperoleh dari hasil perkawinan antara benang sari (alat kelamin jantan pada bunga) dengan kepala putik (alat kelamin betina pada bunga). Perkawinan tersebut bisa saja terjadi antara benangsari  yang membuahi kepala putik pada bunga yang sama atau kepala putik dibuahi oleh benang sari dari bunga lain, dari tanaman yang sama atau tanaman yang berbeda namun masih sejenis (misalnya kepala putik bunga arumanis diserbuki oleh benangsari mangga arumanis yang lain). Pada banyak kasus, ditemukan fakta bahwa cukup banyak persilangan alami yang terjadi antara tanaman yang berbeda namun masih sejenis (misalnya kepala putik mangga arumanis diserbuki oleh benangsari mangga gedong gincu) dan lain sebagainya. Putik yang telah diserbuki oleh benangsari akan berkembang menjadi bakal buah, berkembang terus menjadi buah sempurna dan akhirnya buah akan matang pada waktunya dan dari buah matang inilah biji tanaman buah dihasilkan sebagai alat perbanyakan seksual.
Biji yang disemai akan tumbuh menjadi individu tanaman baru (seedling), namun karena biji diperoleh dari proses perkawinan bunga (secara seksual) dan pada proses persilangan antar bunga pasti terjadi peristiwa segrerasi genetik (pemisahan dan penggabungan gen-gen), maka dari perkawinan tersebut akan dihasilkan individu tanaman baru dengan sifat-sifat yang beragam : bersifat sama persis dengan sifat-sifat induknya, bersifat lebih buruk dibanding sifat-sifat induknya atau bahkan bisa bersifat lebih baik dibanding sifat-sifat tanaman induknya. Karena variasi dan keragaman serta ketidak pastian sifat-sifat tanaman yang ditanam dari biji itulah, perbanyakan bibit tanaman buah asal biji sangat jarang dilakukan. Umumnya bibit tanaman asal biji ditanam jika memang tanaman induk tidak dapat diperbanyak dengan cara lain. Selain itu, bibit tanaman asal biji (seedling) umumnya memang sengaja ditanam untuk digunakan sebagai bahan rootstock atau batang bawah dalam proses pembuatan bibit secara aseksual yang akan dijabarkan pada bagian berikutnya di topik ini. Rootstock atau batang bawah tanaman asal biji berperan besar dan sangat diperlukan dalam proses pembuatan bibit secara aseksual dengan memanfaatkan sifat-sifat baik tanaman asal biji tersebut, seperti  : sistem perakaran yang bagus, memiliki akar tunggang sebagai akar utama, memiliki ketahanan terhadap kekeringan karena sistem perakaran yang bagus, memiliki daya adaptasi yang luas sehingga dapat ditanam di manapun, serta memiliki daya kesesuaian (kompatibilitas) jika disambung dengan batang atas (scion/entres) dari tanaman lain yang sejenis atau berbeda jenisnya namun masih berada dalam hubungan kekerabatan (taksonomi) yang dekat. Meski tidak semua perbanyakan aseksual memerlukan ketersediaan batang bawah, namun penyediaan batang bawah tetaplah menjadi salah satu hal yang menentukan dalam pembuatan dan penyediaan bibit tanaman buah dalam jumlah besar. 


semaian biji mulwo untuk batang bawah



seedling sirsak untuk batang bawah



seedling alpokat dan durian untuk batang bawah



Metode Perbanyakan Vegetatif (Perbanyakan Aseksual)
Perbanyakan ini dikatakan aseksual karena bibit diperoleh dengan cara memanfaatkan bagian tanaman yang bukan termasuk alat kelamin dalam proses persilangan atau perkawinan bunga. Bagian tanaman yang  dimanfaatkan adalah akar, batang (termasuk cabang dan ranting) serta daun. Berbeda dengan bibit asal biji yang mempunyai variasi dan keberagaman sifat akibat proses persilangan, bibit vegetatif akan bersifat identik dengan sifat tanaman induknya dan tidak akan ditemukan perbedaan sifat genetik sama sekali. Jika terdapat individu tanaman buah diketahui bersifat unggul, misalnya : tahan terhadap kekeringan, daya adaptasi luas, tahan hama dan penyakit, genjah (gampang berbuah pada umur tanaman yang masih muda), produktifitas buah tinggi, kualitas buah bagus (ukuran, tekstur daging, rasa, warna, dan daya simpan buah), maka perbanyakan bibit tanaman secara vegetatif untuk individu tanaman ini sangatlah dianjurkan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif juga dikenal dengan istilah perbanyakan secara klonal sehingga bibit vegetatif juga biasa disebut sebagai bibit klonal.

Tergantung pada jenis tanamannya, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan cara :

CANGKOK : adalah perbanyakan bibit tanaman dengan cara menumbuhkan akar pada bagian cabang atau ranting yang dikerat kulit cabang atau rantingnya. Cangkok dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan sederhana yang terdapat di sekitar kita (misalnya : tanah murni, campuran tanah dan bahan organik seperti pupuk kandang atau kompos, lumut, sabut kelapa utuh, serat sabut kelapa urai atau coco fiber, maupun serbuk sabut kelapa atau coco peat), serta dapat juga menggunakan bahan yang relatif sulit diperoleh seperti sphagnum moss atau akar pakis dan floral foam. Intinya adalah sama yakni sebagai upaya untuk menumbuhkan akar cabang/ranting menggunakan bahan-bahan tersebut di atas sebagai media tumbuhnya akar. Beberapa orang menggunakan zat perangsang tumbuh (ZPT) untuk mempercepat pertumbuhan akar. ZPT tersebut mengandung bahan aktif  naftalenasetamida dan indol butirat yang berfungsi merangsang dan memacu pertumbuhan tunas-tunas akar dari cabang/ranting yang dicangkok. Beberapa merk ZPT ini antara lain adalah : Rootone F, Root F, dan Clonex. Jika akar telah tumbuh banyak, maka cabang/ranting dapat dipotong dan dipisahkan dari tanaman induknya dan bibit asal cangkok ini dapat diperlakukan sebagai  tanaman yang siap ditumbuhkan menjadi individu tanaman baru. Beberapa keuntungan bibit tanaman asal cangkok adalah : bersifat identik, sama persis dengan sifat induknya, tumbuh relatif lebih cepat pada fase tanaman muda, percabangannya kompak, umur berbuah relatif lebih cepat, dan mudah dibuat tanpa memerlukan keterampilan tertentu serta dapat dilakukan pada banyak jenis tanaman buah.  Kekurangan cangkok adalah : tidak semua tanaman buah dapat dicangkok cabang/rantingnya, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan akar cangkokan pada beberapa jenis tanaman buah tertentu, bibit cangkok akan mempunyai akar serabut tanpa akar tunggang (akar utama) sehingga pada jenis tanaman buah tertentu mudah rubuh jika terkena angin kencang, serta menghabiskan banyak cabang/ranting jika tanaman dicangkok dalam jumlah banyak sekaligus.



STEK : adalah cara perbanyakan bibit tanaman dengan menumbuhkan akar dari ranting muda di bagian ujung tanaman menggunakan beragam media tanam stek, antara lain : sekam bakar steril, campuran sekam bakar dengan tanah, campuran sekam bakar dengan pupuk kandang/kompos, campuran tanah dengan pupuk kandang/kompos, cocopeat, hingga stek yang menggunakan floral foam sebagai media tanam. Selain ranting muda, beberapa tanaman juga dapat diperbanyak dengan menggunakan stek akar, namun cara ini sangat jarang dilakukan. Keuntungan perbanyakan bibit tanaman dengan cara stek adalah : stek tidak memerlukan dan sama sekali tidak tergantung pada ketersediaan batang bawah, sangat mudah dilakukan oleh siapapun, bibit yang dihasilkan akan mempunyai sistem perakaran serabut  dan nantinya akan berkembang menjadi sistem perakaran yang baik, serta memiliki kesamaan sifat-sifat genetik dengan tanaman induknya. Kekurangan cara stek ini adalah : tidak semua jenis tanaman dapat distek, pertumbuhan yang relatif lambat pada fase bibit muda, diperlukan perlakuan sungkup untuk menjaga kelembaban agar tetap tinggi  selama proses stek berlangsung (pada skala pembibitan stek yang lebih besar diperlukan pembangunan “mist room” sebagai sarana untuk menyungkup tanaman secara komunal dalam jumlah besar, dengan mekanisme pengaturan suhu dan tingkat kelembaban tertentu, serta harus dilengkapi dengan alat pengabut), serta bahan stek sangat mudah ditumbuhi jamur karena faktor kelembaban yang tinggi selama proses penyungkupan berlangsung.



OKULASI : adalah perbanyakan bibit tanaman dengan cara menempelkan mata tunas yang diperoleh dari tanaman induk ke jaringan kambium pada batang bawah. Mata tunas diperoleh dari ketiak daun yang tumbuh di ranting tanaman induk. Mata tunas yang ditempel tersebut kelak akan tumbuh menjadi individu tanaman baru yang bersifat identik dengan sifat induk di mana mata tunas tersebut diambil. Okulasi tempel mata tunas adalah cara yang paling populer dilakukan untuk memperbanyak tanaman buah karena dalam waktu singkat dapat dihasilkan individu tanaman baru dalam jumlah besar, hingga ratusan ribu. Bibit tanaman okulasi mempunyai keuntungan sebagai berikut : mempunyai perakaran yang sangat baik yang diperoleh dari sistem perakaran batang bawah, mempunyai tingkat keseragaman penampakan tanaman yang sangat baik saat ditanam di lahan, tingkat pertumbuhan yang relatif seragam pada kondisi lingkungan yang mendukung, serta dapat dibuat dalam jumlah besar sekaligus. Kekurangan okulasi adalah : dibutuhkan keterampilan bagi pembuatnya, persentase keberhasilan pembuatannya sangat tergantung pada banyak faktor internal dan eksternal, ketergantungan terhadap ketersediaan batang bawah, sering ditemukan ketidaksesuaian (inkompatibilitas) antara batang atas dan batang bawah pada fase pertumbuhan bibit selanjutnya dan hanya baik dilakukan saat musim kemarau jika dibuat secara massal di lapangan.



SAMBUNG SISIP : adalah perbanyakan bibit tanaman dengan memodifikasi cara okulasi atau tempel mata. Jika okulasi dilakukan dengan menempelkan mata tunas, maka sambung sisip adalah menempelkan potongan ranting muda ke jaringan kambium pada batang bawah. Jika okulasi hanya menempelkan satu mata tunas, maka dengan metode sambung sisip dapat ditempelkan lebih dari satu mata tunas sekaligus yang terdapat pada ranting muda yang ditempelkan. Dengan cara ini, kemungkinan tumbuhnya dua atau lebih mata tunas sekaligus pada bibit baru akan cukup besar, namun umumnya hanya akan tumbuh maksimum dua mata tunas, sehingga jika ada 2 mata tunas yang tumbuh bersamaan, akan diperoleh bibit yang bercabang primer langsung dari titik sambungan. Bibit tanaman hasil sambung sisip mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut : bersifat identik dengan sifat genetik tanaman induk, mempunyai perakaran sangat baik yang diperoleh dari sistem perakaran batang bawah, mempunyai tingkat keseragaman penampakan tanaman yang sangat baik saat ditanam di lahan, tingkat pertumbuhan yang relatif seragam pada kondisi lingkungan yang medukung, tumbuh lebih cepat dibanding bibit okulasi, serta dapat dibuat dalam jumlah besar sekaligus. Kekurangan cara perbanyakan sambung sisip adalah : dibutuhkan keterampilan bagi pembuatnya untuk meningkatkan persentase keberhasilan dalam proses pembuatan bibit, ketergantungan terhadap ketersediaan batang bawah, lebih boros dalam penggunaan entres sehingga dibutuhkan ranting muda dalam jumlah lebih banyak, dan hanya baik dilakukan saat musim kemarau jika dibuat secara massal di lapangan.



SAMBUNG SAMPING : adalah perbanyakan bibit tanaman yang caranya mirip dengan cara sambung sisip, namun jika pada sambung sisip hanya melepaskan kulit batang sehingga terlihat lapisan kambium sebagai tempat menempel tunas ranting muda, maka pada sambung samping dilakukan pengirisan kulit sekaligus sebagian kayu bagian dalam dengan irisan yang tipis. Cara ini dilakukan jika kulit batang tergolong sulit untuk dikelupas akibat tipisnya lapisan cambium batang bawah. Lebar dan panjang irisan sama persis dengan metode sambung sisip dan di tengah irisan itulah, potongan ranting muda disisipkan. Ranting muda yang disisipkan bisa terdiri dari tunas ujung maupun bukan tunas bagian ujung, dengan jumlah mata tunas bisa lebih dari satu, tergantung panjang ranting muda yang disambungkan. Bibit tanaman hasil sambung sisip mempunyai keuntungan sebagai berikut : bersifat identik dengan sifat tanaman induknya, mempunyai perakaran sangat baik yang diperoleh dari sistem batang bawah, mempunyai tingkat keseragaman penampakan tanaman yang sangat baik saat ditanam di lahan, tingkat pertumbuhan yang relatif seragam pada kondisi lingkungan yang mendukung, tumbuh lebih cepat dibanding bibit okulasi, serta dapat dibuat dalam jumlah besar sekaligus. Kekurangan perbanyakan dengan cara sambung samping adalah : dibutuhkan keterampilan bagi pembuatnya untuk meningkatkan persentase keberhasilan pembuatan bibit, ketergantungan terhadap ketersediaan batang bawah, menggunakan entres lebih banyak dibanding okulasi sehingga harus disediakan entres dalam jumlah lebih banyak, dan hanya baik dilakukan saat musim kemarau jika dibuat secara massal di lapangan.



SAMBUNG PUCUK : biasa juga disebut dengan cara GRAFTING, adalah cara perbanyakan bibit tanaman dengan membelah batang bawah yang dipotong pada ketinggian tertentu dan menyisipkan potongan mata potongan ranting muda yang bagian bawahnya dibentuk seperti huruf “V” atau berbentuk baji ke dalam belahan di tengah batang bawah tersebut. Potongan ranting yang disisipkan ke belahan tengah batang bawah dapat dapat merupakan potongan pucuk/ujung ranting maupun potongan ranting muda di bagian bawah potongan ujung ranting, dengan satu atau lebih mata tunas sekaligus. Cara ini lazim dilakukan saat batang bawah masih sangat muda dan belum berkayu (pada alpokat, misalnya) maupun pada tanaman lainnya yang batang bawahnya masih berwarna hijau dengan diameter kurang dari 5mm. Jika dilakukan pada batang bawah yang masih sangat muda, cara ini dikenal dengan istilah sambung dini atau “mini grafting”. Bibit tanaman hasil sambung pucuk mempunyai keuntungan sebagai berikut : bersifat identik dengan sifat genetik tanaman induk, mempunyai perakaran sangat baik yang diperoleh dari sistem perakaran batang bawah, mempunyai tingkat keseragaman penampakan tanaman yang sangat baik saat ditanam di lahan, tingkat pertumbuhan yang relatif seragam pada kondisi lingkungan yang mendukung, tumbuh lebih cepat dibanding bibit okulasi, serta dapat dibuat dalam jumlah besar sekaligus. Kekurangan okulasi adalah : dibutuhkan keterampilan bagi pembuatnya, ketergantungan terhadap ketersediaan batang bawah, diperlukan perlakuan penyungkupan pada bibit pasca penyambungan, baik penyungkupan secara individual jika jumlahnya sedikit maupun penyungkupan komunal jika bibit dibuat dalam skala besar,  sering ditemukan ketidaksesuaian (inkompatibilitas) antara batang atas dan batang bawah, dan keberhasilannya sangat tergantung pada kesehatan dan kualitas pertumbuhan batang bawah (karena batang bawah dipangkas habis tanpa daun dan hanya menyisakan batang yang akan disambung). 



SAMBUNG SUSU : adalah cara perbanyakan bibit tanaman dengan menempelkan batang bawah yang dipotong dengan ketinggian tertentu dan ujungnya dibentuk seperti huruf “V” terbalik atau berbentuk baji terbalik ke dalam keratan cabang/ranting pohon induk. Keratan pada cabang/ranting juga dibentuk sama dengan bentuk ujung batang bawah, yakni huruf “V” terbalik atau baji terbalik. Keratan dilakukan tidak hanya pada kulit cabang/ranting namun hingga ke bagian kayunya sekaligus, sepertiga hingga setengah diameter cabang/ranting. Modifikasi lain dari cara sambung susu adalah mengerat lapisan kambium  batang bawah dengan ukuran tertentu tanpa memotong batang bawah sama sekali, kemudian ditempelkan pada cabang/ranting batang atas berukuran sama besar dan juga telah dikerat lapisan kambiumnya, lalu diikat tali plastik hingga menempel dengan kuat. Modifikasi lain dari cara ini yang dilakukan oleh banyak nursery tanaman buah di Thailand, adalah menempelkan batang bawah kecil ke cabang/ranting batang atas berukuran dua, tiga, bahkan empat kali lipat lebih besar ukuran diameternya, untuk menghasilkan bibit susuan yang relatif cepat periode berbunga dan berbuahnya. Bibit tanaman hasil sambung sisip mempunyai keuntungan sebagai berikut : bersifat identik dengan sifat tanaman induknya, mempunyai perakaran sangat baik yang diperoleh dari sistem perakaran batang bawah, tingkat pertumbuhan yang relatif seragam pada kondisi lingkungan yang medukung, tumbuh lebih cepat dibanding bibit okulasi karena batang atas sudah berupa cabang/ranting, periode berbunga dan berbuah relatif lebih singkat dan bentuk tanaman dapat ditentukan sejak awal dengan memilih bentuk cabang/ranting tanaman induk  seperti bentuk yang diinginkan sebelum penyambungan dilakukan, serta persentase keberhasilan pembuatan bibit yang tinggi. Kekurangan sambung susu adalah : dibutuhkan keterampilan bagi pembuatnya, dibutuhkan para-para sebagai penyangga jika bibit dibuat dalam jumlah besar, sangat boros  dalam penggunaan entres karena menghabiskan banyak cabang/ranting dan dapat merusak penampilan dan kesehatan pohon induk jika disambung dalam jumlah besar, ketergantungan terhadap ketersediaan batang bawah, dan sangat sering ditemukan ketidaksesuaian (inkompatibilitas) antara batang atas dan batang bawah saat fase pertumbuhan tanaman selanjutnya.



Masih terdapat metode perbanyakan vegetatif lainnya seperti MERUNDUK dan perbanyakan tanaman dengan metode  KULTUR JARINGAN, namun metode ini tidak dibahas karena jarang dilakukan sebagai cara untuk memperbanyak bibit tanaman buah, Kultur jaringan sendiri memerlukan investasi besar untuk peralatan laboratorium dan harus disertai dengan ketrampilan teknis operator yang memadai, yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang punya keterampilan dan pengalaman dan di bidang tersebut.

INKOMPATIBILITAS, atau ketidaksesuaian antara pertumbuhan batang bawah bawah (rootstock) dengan batang atas (scion/entres) sering ditemukan, di mana terjadi fakta bahwa batang bawah tumbuh dan membesar lebih cepat dibanding pertumbuhan batang atas atau sebaliknya. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh faktor genetik tanaman masing-masing batang (bawah dan atas), maupun faktor gangguan metabolisme yang terjadi saat tanaman tumbuh dan berkembang. Batang bawah mampu tumbuh dengan cepat, namun pertumbuhan batang bawah tersebut tidak didukung oleh kecepatan pertumbuhan batang atas, sebaliknya pertumbuhan batang atas berlangsung dengan cepat sementara pada saat yang bersamaan batang bawah tumbuh dengan lambat. Warna batang juga sering berbeda, batang bawah terlihat berwarna cokelat keabuan sementara batang atas tumbuh dengan warna hijau kecokelatan dengan perbedaan yang sangat kontras persis di titik sambungan. Bibit tanaman buah dengan kondisi seperti ini umumnya tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik meski secara estetis penampilan tanaman menjadi jelek, apalagi jika tanaman tersebut ditanam di dalam pot (tabulampot). Jaringan “kalus” yang terbentuk di titik sambungan terlihat tidak serasi sehingga mengurangi nilai estetika sebuah tanaman. Jika ditanam di lahan, perbedaan ini tidak akan terlihat lagi saat tanaman tumbuh dewasa di mana batang bawah yang lebih besar atau lebih kecil telah tertimbun masuk ke dalam tanah. Berbeda pada bibit tanaman dengan kompatibilitas tinggi, penyatuan titik sambungan akan terlihat sempurna satu sama lain, dan pada umur tanaman yang semakin menua, titik sambungan tersebut tidak akan terlihat lagi, nyaris seperti batang yang tumbuh lurus tanpa proses penyambungan sama sekali.    



Pada akhirnya, apapun jenis bibit yang dipilih untuk ditanam, bibit tanaman buah tidak akan tumbuh dengan baik jika tidak disertai dengan perawatan dan teknis budidaya yang tepat, dimulai dari persiapan lubang tanam di lahan maupun persiapan media tanam yang sesuai jika bibit hendak ditanam dalam pot, pengairan yang teratur, pemberian pupuk secara berkala dengan jenis dan dosis yang tepat, penambahan pupuk organic secara berkala,  pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan pemangkasan secara teratur sesuai dengan tahap pertumbuhan tanaman. Dari sini akan diperoleh hasil pertumbuhan tanaman yang optimal sehingga pada waktunya nanti, tanaman buah akan menghasilkan buah dengan produktifitas yang optimal pula sebagai mana yang diharapkan oleh penanamnya.       

Sunday 5 August 2012

Ragam Buah Klengkeng (Dimocarpus longan)







Sebagaimana telah disampaikan di postingan terdahulu, sebagai buah konsumsi, klengkeng (Dimocarpus longan) mempunyai potensi luar biasa untuk dikembangkan di Indonesia karena pangsa pasar yang sangat besar, yang mayoritas diisi oleh buah klengkeng import asal Thailand, China, dan Vietnam. Pasokan klengkeng lokal hanya terbatas dari daerah penghasil buah klengkeng, seperti di Kecamatan Ambarawa  Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung di Jawa Tengah, serta Kabupaten Malang di Jawa Timur. Pasokan klengkeng lokal pun hanya terbatas untuk dikonsumsi masyarakat sekitar Jateng dan Jatim, selebihnya dikirim ke Jakarta, juga dalam jumlah yang sangat terbatas.
Masyarakat Indonesia terbiasa melihat dan mengkonsumsi klengkeng import yang dari beberapa sisi mempunyai keunggulan : tampilan buah bersih dengan warna kulit buah cokelat muda terang, ukuran buah lebih besar, daging buah kering dan kesat sehingga tidak mengganggu saat dikonsumsi, serta biji yang berukuran sedang sampai kecil sehingga persentase daging buah yang dapat dikonsumsi tinggi.
Berpijak pada kenyataan tersebut, pengembangan tanaman klengkeng adalah suatu terobosan untuk mengurangi volume buah import sekaligus mampu menggerakkan perekonomian di sektor pertanian tanaman hortikultura, penghematan devisa, dan pengalihan devisa tersebut untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat daripada sekedar untuk mengimport buah klengkeng yang sebenarnya sangat mudah untuk dibudidayakan, ditunjang luas areal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia serta teknis budidaya yang relatif mudah. Jika terdapat satu keluarga saja yang membudidayakan tanaman klengkeng di setiap sepuluh keluarga lainnya, niscaya Indonesia bisa menjadi penghasil klengkeng terbesar di  dunia dan punya kesempatan ekspor yang sangat luas untuk menghasilkan devisa dari negara lain. Value added lain akan diperoleh jika industri di hilir mendukung bagian hulu dengan menciptakan pengolahan klengkeng segar menjadi bentuk lainnya, seperti misalnya : manisan klengkeng, dried klengkeng, sirup klengkeng, juice klengkeng, ekstrak buah, klengkeng awetan di larutan gula dalam kaleng/botol, dan sebagainya.
Pada postingan terdahulu, dijelaskan perihal golongan klengkeng, yaitu klengkeng golongan temperate dari daerah sub tropis, yang memerlukan perlakuan booster agar bisa berbunga dan berbuah jika ditanam di daerah tropis seperti di Indonesia, serta klengkeng golongan non temperate, yang dengan teknis budidaya standar yang sederhana dan tidak memerlukan perlakuan booster, mampu tumbuh dan berkembang, serta mampu berbunga dan berbuah dengan baik jika ditanam di Indonesia.

Berikut adalah tampilan buah klengkeng berdasarkan golongannya


Klengkeng Golongan Non Temperate (Tanpa Treatment Booster)







































Klengkeng Golongan Temperate (Treatment Booster)







Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More